Starry Sun

Selasa, 08 Juli 2014

Menunggu senja

Cantiknya matahari terbit mengiringi langkah hidup kalian berdua. Berisikan canda dan tawa yang renyah lagi hangat menyelubungi. Tidak ada yang dapat menghentikan waktu pada saat itu, tidak juga aku. Siapalah aku ini? Sesosok perempuan yang menyukai seorang laki-laki yang aku pikir akan berlabuh pada hatiku akhirnya. Namun ternyata aku salah, labuhanmu ternyata sampai pada dermaga lain. Menyisakan kekosongan pada tatapan mataku setelahnya.

Sudah hitungan tahun kita tidak bertemu, bertegur sapa, bercanda, tertawa dan lebur dalam guyonan yang mengguncang lambung. Selama itu pula aku tidak tahu apakah dulu kamu pernah menyukaiku atau tidak sebelum bertemu lalu memantapkan hati dengannya. Ah mungkin hanya aku yang terlalu gede rasa atas perhatianmu yang menghangatkan aliran darahku hingga ke ubun-ubun. Atau membuat kepala ini panas dan menyisakan merah padam pada mukaku. Tapi sadarkah kamu? Rasanya kita agak berlebihan untuk sekedar teman.

Sudah hitungan tahun pula aku bersama orang lain, memadu kisah jua karena tak ku dapat darimu. Ketika ditanya apakah aku masih menyukaimu? Jawabannya tidak. Namun seingatku, masih ada sedikit getar-getar sinyal lemah yang muncul saat aku melihat foto-foto dari sosial mediamu akhir-akhir ini.

Ketika chat darimu datang malam itu, aku terkejut dan bersemi. Bukan karena aku masih menyukaimu. Tetapi karena ternyata kamu masih lengkap mengingatku. Rindu sekali ingin jumpa, namun tak terucap dari bibir perihal ini. Aku tak ingin lancang berujar. Tapi perihal rindu tersebut, aku tidak berbohong atas itu. Bunga-bunga yang layu dulu bersemi lagi tersiram kabar.
Aku rindu kamu menangkap tanganku ketika aku siap memukul tanganmu untuk mengajak bermain namun kamu ingin terpejam. Tangan ini tak kamu lepaskan sambil terbawa mimpi. Ada semburat merah milik senja yang hadir di wajahku dulu. Untung saat itu kamu terpejam. Apakah kamu jua sering menangkap tangan dia?

Aku rindu atas banyak hal tentang kita. Rekam jejak yang ingin sekali aku reka ulang, bersamamu tentunya. Ada rindu yang harus kembali pulang pada rumahnya barang sedikit. Kamu harus bertanggung jawab atas itu. Apakah kamu masih menyimpan kotak kenangan akan kita di ruang-ruang ingatanmu? Walau sedikit berdebu karena tak ku sentuh, masih ada barang tersebut di ruang-ruang ingatanku. Tersimpan rapi, mana tau nanti kita dapat membukanya lagi di kemudian hari.

Bukan hanya tangkapan tangan yang aku rindukan, ada puluhan deretan list lain yang tak kalah membuncah. Tak perlu ku sebutkan, karena aku yakin kamu masih segar mengingatnya dengan jelas. Seperti aku yang merentangkan tangan di belakang boncenganmu menikmati angin malam di sebuah jalan. Seharian kita menikmati aliran waktu. Ya, masih banyak kenangan lainnya. Cukup kita yang konsumsi agar tak ada pasangan lain yang cemburu. Ya, pasangan pun dapat cemburu pada kita yang bukan siapa-siapa. Sudah ku bilang, sepertinya kita terlalu berlebihan untuk hanya sekedar teman.

Akhir-akhir ini aku suka memikirkanmu. Mungkin karena aku sedang benar-benar menikmati kesendirian ini. Ya, tajamnya kerikil pada tapakan kisah kami sukses memutuskan benang rajutan asmara yang dalam hitungan tahun kami bangun. Mungkin ada sedikit batu yang tidak sempurna dalam bangunannya. Tapi biarkanlah, toh jika mungkin kami berjodoh, merpati tentu tahu jalan pulang.

Masih tentangmu, sekilas kisah yang manis untuk dikecap barang sebentar sebelum aku melanjutkan kisah dengan orang yang baru atau kembali pada peraduan lama. Namun sebenarnya aku ingin mencoba membangun kisah denganmu. Apakah hati ini tidak tahu diri? Tolong maafkan atas kelancangannya.

Oh ya, bagaimana kisahmu dengannya? Apakah baik-baik saja? Terakhir aku mengintip dari balik celah-celah tembok yang ia bangun, kalian tidak tampak. Sepertinya ia sukses menutupi kamu dari kenangan-kenangan yang mungkin ingin kembali. Pertanyaannya adalah : apakah aku pantas kamu sebut kenangan?

Atas kelancangan hati yang menuntut mengembalikan rindu pada si empunya, apakah salah jika aku menunggu senjanya cinta kalian? Ketika matahari terbit mengiringi langkah hidup kalian berdua, maka matahari terbenamlah yang mampu menutup langkah hidup kalian berdua yang mungkin tidak dapat dilanjutkan, menyisakan kegelapan. Aku akan datang pada ribaanmu. Membawakan temaram lilin yang tidak cukup menghangatkan. Aku tidak dapat menjanjikan matahari baru bagimu, tapi akan ku coba untuk membuatkan api unggun untukmu. Bukankah malam berlalu lama dalam penantian fajar? Jika fajar datang setelah unggun ini mati, maka tibalah kisah kita berdua diiringi matahari terbit yang baru.

Maka sekali lagi bibir ini lancang bertanya, bolehkah aku menunggu di sudut senja kalian? Aku tidak akan lantas menyuruh kalian cepat menemui peraduan cahaya dan gelap itu. Aku hanya bersiap sedia, mana kala kalian sampai di nyiur terakhir yang memantulkan cahaya kemarahan. Aku berdiri membawa kotak-kotak kenangan berdebu yang siap kita lumat setiap isinya di samping api unggun yang tlah ku buat.

Karena satu pertanyaanku yang tak pernah berani kamu tuntaskan dengan lantang : apakah dulu kamu jua merasakan getar cinta dalam dekapan tangan kita?

----------***----------

 kata kunci : sajak-sajak patah hati, kata-kata cantik, sajak-sajak kehilangan, sajak-sajak ditinggalkan orang, puisi tentang menunggu, puisi ditinggalkan ketika sedang pendekatan,  sajak-sajak galau, puisi tentang kehilangan seseorang, sajak-sajak sedih, puisi tentang patah hati, puisi tentang ditinggalkan seseorang, puisi cantik, puisi tentang kekecewaan, puisi tentang penyesalan, puisi tentang merindukan seseorang, puisi tentang meninggalkan orang, puisi tentang menunggu seseorang, puisi tentang menunggu orang dari masalalu

5 komentar:

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)