Starry Sun

Kamis, 20 Oktober 2011

rinduku padam


                Malam ini seperti biasa aku membuka lebar-lebar jendela kamarku yang terletak di lantai 2. Aku duduk di jendela dan menatap langit. Menerawang keluar mencari-cari sosok kerlap-kerlip yang menghiasi langit malam. Ternyata langit sedang tidak berpihak padaku. Gelap. Langit sedang kelabu, sekelabu hatiku.
                Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Hp ku berdering tanda panggilan masuk.
                “Halo?,” jawabku.
                “Halo sayang, maaf udah bikin kamu nunggu lama ya. Tadi di panggil sama senior dulu,” jawabnya dari seberang.
                “Iya, nggak apa-apa. Gimana seminggu ini? Ada kegiatan apa aja?,” tanyaku antusias. Aku benar-benar rindu dengan kekasihku.
                “Ya kayak biasanya, kayak minggu-minggu lalu. Kamu gimana minggu ini?.” Sebenarnya aku tidak puas dengan jawabannya seperti itu, dia seakan-akan tidak antusias membicarakan kegiatannya. Padahal aku khawatir dengan keadaannya disana.
                “Minggu ini aku kangen banget sama kamu,” kataku dengan wajah sedih yang tidak bisa dilihatnya.
                “Aku juga kangen sama kam_” tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka keras dan suara kresek-kresek dari hp. Kira-kira 15 detik kemudian, dia kembali ke telepon. “Halo?,” katanya.
                “Iya, ada apa? Kok tadi ada suara pintu dibanting?,” tanyaku was-was. Takut terjadi apa-apa dengannya.
                “Senior aku, untung aja nggak ketauan lagi nelpon,” katanya dengan volume suara yang lebih kecil. Dia pasti mengendap-endap.
                “Kunci dong pintunya. Nanti kalo ketauan kamu diapa-apain pula,” kataku sedih lagi.
                “Iya, udah aku kunci kok. Maaf ya sayang tadi keganggu.”
                “Kamu kapan balik kesini?,” tanyaku tidak bisa membendung rasa kangen. Kira-kira sudah 10 bulan dia tidak pulang. Selama itu juga kami tidak bertemu.
                “Masih 3 bulan lagi, sabar yah. Nanti aku bakal langsung ke rumah kamu,” katanya merasa bersalah. Terdengar suara pintu digedor. “Seniorku datang lagi, udah dulu ya hun. Love you,” terdengar suara telpon terputus. Aku terdiam, tidak memberikan respon apa-apa. Hp masih di posisi telingaku selama 2 menit.
                Sebegitu susahnya aku untuk berhubungan dengan kekasihku? Aku menghela nafas. Mata ku pejamkan, memberi ruang untuk hatiku berontak. Berdegup-degup jantungku dan tiba-tiba rembesan airmata keluar dari sela-sela bulu mataku. Lama-lama menjadi titik-titik dan jatuh ke pipi hingga sampai ke daguku. Begitulah caraku untuk meluapkan rasa rinduku yang tidak terobati sama sekali dengan telpon.
                Tahun lalu saat dia pulang dari asrama selama seminggu, setiap hari dia datang ke rumahku untuk menghabiskan waktu bersama. Dulu aku masih mempunyai segunung rasa rindu, karena dia tiap minggu menelponku selama 1 jam. Mendengar suaranya, mendengar candaannya, mendengar nyanyiannya. Itu membuatku jadi makin rindu untuk mendengarnya secara langsung, menyentuh wajahnya dan melingkarkan tangan di tubuhnya. Tapi tahun ini, dia hanya bisa menelponku selama beberapa menit setiap minggu. Hal itu bukan membuatku makin rindu seperti tahun kemarin, tapi hal itu malah membuatku tersiksa. Kurangnya komunikasi dan bertemu, thats the way to kill love. Semuanya menjadi serba salah. Keadaannya, aku sudah lelah untuk bertahan tapi sangat sayang untuk melepaskan.
                Hatiku sedang bergemuruh. Baiknya aku apakan hubungan ini? Di tengah-tengah status yang mengikat tapi tidak seperti terikat. Ingin rasanya aku memutuskan untuk menyudahi hubungan ini, sakitnya sekali dan setelahnya aku akan lega. Tidak lagi berkecamuk dalam hatiku perang batin. Tapi aku sangat membutuhkannya, kami sudah lama bersama dan dia separuh hidupku. Tapi, aku akan merasa sakit lebih lama lagi. Dan belum tentu kami bertemu di garis akhir.
                Bimbang. Kata itu yang patut diberikan untuk hatiku.

----------***----------

kata kunci : cerpen tentang cinta, cerpen tentang kerinduan, cerpen tentang menunggu seseorang

5 komentar:

  1. LDR butuh kesabaran dan saling pengertian, geulis. :) semoga diberi kelanggengan.

    BalasHapus
  2. Kalau dia disana untuk sebuah masa depan kalian... mengapa harus bimbang. Tentunya dia juga ingin melakukan lebih andai dia bisa. Tapi kalau cobaan seperti ini saja sdh membuatmu ragu. Tanyalah pada hatimu, akankah kamu kelak siap menjadi pendampingnya seandainya dia harus bertugas untuk waktu yang lama..?

    BalasHapus
  3. kalau sudah terikat dan percaya kalau dia disana akan setia sama kamu lanjutin ajah, semua butuh pengorbanan walaupun harus menahan rasa rindu yang begitu lama dan terpendam tak jumpa :D

    BalasHapus
  4. makasih komen dari ceritanya :) ini fiksi hehe bukan pengalaman saya :) but thanks ya udah mampir

    BalasHapus
  5. makasih komen dari ceritanya :) ini fiksi hehe bukan pengalaman saya :) but thanks ya udah mampir

    BalasHapus

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)