Starry Sun

Kamis, 20 Oktober 2011

sebongkah cinta baru

            Sudah sekitar 2 minggu ini aku dan kekasihku Vino sudah nggak bertemu. Komunikasi juga jarang.  Hanya sesekali dia menelponku untuk sekedar bertanya ‘Lagi apa?’ dan ditutup dengan kata ‘Aku rindu sama kamu’. Hanya sekedarnya saja. Aku nggak butuh pacar yang kayak gitu. Aku butuh seseorang yang benar-benar ada untukku seutuhnya, bukan cuma  basa-basi menanyakan kabar. Beberapa teman ada yang melapor padaku, melihat Vino sedang berjalan berdua dengan seorang gadis cantik. Malah ada yang dengan rela memotoi mereka saat sedang makan di sebuah restoran pada saat malam minggu.
            Beberapa kali aku bertanya padanya, “Tadi si Helen ngeliat kamu lagi ngantri tiket di bioskop sama cewek, apa bener?.”


            “Hah? Kata siapa? Aku cuma di rumah kok ngerjain tugas, lagi banyak tugas gini. Mana bisa mau sempet-sempetnya nonton. Kalo bisa juga, pasti aku udah ngajak kamu.” Selalu itu jawaban dari dia saat ku tanyai pertanyaan yang serupa. Tapi teman-temanku beberapa memergokinya sedang pergi dengan cewek lain.
            Aku tau, pasti dia selingkuh di belakang aku. Setiap kali aku mengajaknya pergi, selalu aja ada alasan. Bagaimana aku nggak curiga dengan sikapnya yang seperti itu? Aku bukan seorang cewek yang hanya diam jika digituin cowok hei boy. Kamu pikir aku cuma nungguin kamu selama kamu nggak hadir di hari-hari aku beberapa minggu ini? Absolutely big NO!
            Hp ku berbunyi, dari Doni teman kuliahku.
            “Halo, kenapa Don?,” jawabku.
            “Hai Ca, ada waktu nggak malem nanti? Aku mau ngajak kamu pergi,” katanya langsung.
            “Nggak ada, boleh. Jam berapa?,” tanyaku.
            “Jam 7 aku jemput ya.”
            “Oke, see you.”
            Doni, tempat sekampusku namun beda jurusan. Dia teman SMA ku juga, tapi minggu-minggu ini dia sering memberiku perhatian dan mengajakku jalan. Ntah kenapa, aku jadi respon sama dia. Dia sering ngajak aku bareng pulang-pergi kuliah, dia juga sering mengajakku jalan pulang dari kuliah akhir-akhir ini. Dan dia sering datang ke rumahku hanya untuk membawakanku makanan dan mengajakku ngobrol santai sore-sore. Dia nggak tau aku punya pacar, tapi aku juga nggak perlu ngasih tau kan?
            Akhirnya jam 7 ia sudah berada di depan rumahku dengan motor gedenya yang berwarna merah. Kami melaju ke sebuah kafe yang santai tempat biasa dia nongkrong sama temen-temennya. Dalam waktu 10 menit kami sampai disana, dia menarik kursi mempersilahkan aku duduk dengan manis.
            Ya Tuhan, cara dia memperlakukanku manis sekali, batinku. Dia memberikan setangkai bunga yang tadi ia selipkan di kantung bajunya.
            “Bunga mawar putih yang cantik, untuk seorang gadis yang paling cantik,” bisiknya di telingaku sambil memberikan bunga itu. Setelah itu, barulah ia duduk dengan wajah yang tersenyum.
            “Terima kasih,” kataku sambil mencium bunga mawar itu. Sejak pertama kali pacaran sampai sekarang, Vino nggak pernah memberikanku setangkai bungapun.
            Kami bercerita banyak hal. Keseharian yang biasa, namun terkesan tidak biasa bila di dengar dari bibirnya. Kami bercanda tawa hingga beberapa jam yang telah dilalui pun tak terasa. Aku suka caranya melihatku dengan lembut, matanya hangat dan memancarkan keramahan. Aku suka caranya berbicara padaku, tutur katanya lembut. Aku suka saat dia menggenggam tanganku di atas meja, seperti saat ini.
            “Aku suka kamu,” katanya singkat setelah beberapa menit kami diam, dia masih menggenggam tangan kananku dengan kedua tangannya. Ah aku leleh, aku harus menjawab apa?
            “Hmm kok bisa?,” tanyaku basa-basi.
            “Nggak tau. Kalo orang cinta itu, nggak harus ada alasan kan?,” katanya lagi. Ah dia secara tak langsung bilang cinta padaku. Aku harus bagaimana? Wait! Aku ingat Vino, aku mempunyai kekasih seorang Vino dan sekarang ada seorang cowok menggenggam tanganku dan menyatakan cintanya padaku.
            “Hmm,” aku hanya bisa menggumam dan mataku melirik-lirik ke atas tanpa menjawab pertanyaannya.
            “Kamu suka juga nggak sama aku?,” tanyanya. Aku harus menjawab apa? Posisinya, sekarang aku sudah mempunyai pacar. Gimana ini? Gimana ini? Gimana ini? Aku terus bertanya pada diriku sendiri. Dia memang sudah mencuri perhatianku sejak beberapa minggu terakhir, apalagi dengan tidak adanya kehadiran Vino di dekatku. Dan beberapa sumber yang bilang, bahwa Vino berselingkuh. Ah Vino saja bisa berselingkuh di belakangku, kenapa aku nggak?, batinku.
            “Aku juga,” kataku tersipu malu akhirnya setelah selama 1 menit tidak berbicara dan Doni menunggu dengan sabar.
            “Berarti boleh dong aku jadi pacar kamu?,” tanyanya. Ah pertanyaan apa ini? Aku nggak sampai memikirkan bahwa Doni akan memberikan pertanyaan seperti ini. Balik lagi, Vino berselingkuh di belakangku. Kenapa pula aku harus menjaga hatinya jika ia tidak menjaga hatiku? Nggak adil kalo emang dia tiap hari jalan sama selingkuhannya, sedangkan aku menunggunya memperhatikanku. That’s not fair right?
            “Kenapa kamu mau jadi pacar aku?,” tanyaku sebelum benar-benar menjawab.
            “Karena aku mau membuat hari-harimu lebih berwarna bersamaku,” matanya tulus memancarkan kepercayaan.
            Ah sepertinya aku mau menjadi pacarnya. Vino? Ah lupakan dulu sejenak. Jangan cuma dia yang bisa nyakitin perasaan aku, maafkan aku sayang. Tapi aku juga mau mencoba bagaimana rasanya sepertimu yang selingkuh di belakangku. Mungkin aku bisa mengerti kenapa kamu memilih untuk selingkuh.
            “Iya, aku mau,” jawabku setelah 2 menit tak berbicara.
            “Really?,” matanya berbinar mendengar jawaban dariku yang sedari tadi diam.
            “Tapi aku mau, kamu jangan mencabangkan hati kamu,” kataku menyuruhnya berjanji.
            “Iya, aku janji, hatiku cuma milik kamu,” ia mengecup tanganku hangat.
            Aku tersipu, kemudian berpikir. Seperti inikah Vino saat merayu perempuan yang sedang menjadi selingkuhannya? Pantas saja dia selingkuh. Ternyata memiliki cinta yang baru di atas cinta yang lama itu sungguh indah. Pantas saja kau melakukannya Vino! Tapi maaf, sekarang bukan cuma kamu yang bisa berselingkuh. Jangan kamu pikir aku cuma duduk diam di kamar sambil menunggumu datang menghampiriku. Aku juga ingin tau rasanya sepertimu.


----------***----------


kata kunci : cerpen tentang cinta, cerpen tentang perselingkuhan

4 komentar:

  1. Terlalu simpel nih setelannya. Tulis yang "berat" dikit dong :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih masukannya lain kali dicari yang lebih berat :)

      Hapus

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)