Starry Sun

Minggu, 22 Februari 2015

laki-laki di tempat

Laki-laki di ujung senja yang menggelapkan mata. Dari pupil mata ini seluruhnya memancarkan auramu. Tak peduli seberapa hitam bayanganmu, bagiku merah muda tak pernah lari dari sana.
Laki-laki di ujung pengharapanku. Dari balik doa-doa yang terpanjat dengan rapi, ada begitu banyak sujud yang ku mohonkan pada-Nya untuk memintamu ada. Menciptakan sebait-bait isak yang menenangkan jiwa. Rupa-rupa kamu yang setidaknya hinggap barang sejenak.

Laki-laki di ujung sudut mata yang bersembunyi. Lihatlah disini, ada begitu banyak cahaya yang mengajakmu berjalan. Mengapa tak kau kayuh sepedamu ke arahnya. Selalu ada jalan untuk setiap putaran-putaran roda walaupun lamban. Sungguh ditunggu oleh perempuan ini di titik cahaya.
Laki-laki di samping rona merah. Pada temuan mata yang tak pernah disengaja, semu tercipta dengan sangat lancang. Aku tahu kamu melihatnya dengan sangat lantang. Lantas mengapalah tidak diusap untuk sedikit menenangkan.

Laki-laki di bawah biasnya sinar hangat rembulan. Pantulan kilau pancaranmu mampu melengkapi sisi kosongku. Gelap. Tak bernyawa. Hembusan dingin sikapmu itu, mampu bekukan nadi-nadiku. Meluruhkan jutaan jaringan harap.
Laki-laki yang duduk di kursi taman sore itu. Menangkap ribuan sinyal dari pancaran mataku. Tundukan gagu bodoh sekilat cahaya mengkontraskan. Lantas tak pula dihiraukannya keringat dingin yang hingga mengucur deras ini.

Laki-laki yang terlalu abu-abu. Tak pelak hitam menghujam atmosfer di atas kepalaku. Berupa titik-titik yang melayang-layang. Lalu putih sisanya hanya sedikit. Sebagai penyangga tempat aku berdiri dengan satu kaki.
Laki-laki tak berwarna. Mengasingkan diriku, ketika jarak tak dapat memisahkan sorotan mata yang selalu tertuju padamu tanpa disuruh.

Laki-laki itu kamu. Tak pernah sadar akan perempuan pembawa payung hitam ini. Menilik dari balik serat-serat kain sari untuk mencuri pandang sosokmu. Pura-pura menjatuhkan pulpen di hadapanmu sekedar ingin menghirup sedikit nafas yang keluar dari paru-parumu. Menduduki bangku taman setiap habis senja untuk merasakan sisa-sisa kehadiranmu. Memeluk bayangan dari dalam kegelapan atas tutupan mata agar menyesap sedikit kedatanganmu.

Rupanya, ada begitu banyak yang terabaikan. Dari perempuan pemikul rasa sendirian ini. Oleh laki-laki di tempatnya yang tak pernah sadar. Lantas sebenarnya bukan siapa yang salah atas kejadian ini. Hanya saja semesta tak memihak untuk mempersatukan kita.

----------***----------

kata kunci : sajak-sajak patah hati, kata-kata cantik, sajak-sajak kehilangan, sajak-sajak ditinggalkan orang, sajak-sajak masalalu, puisi tentang menunggu, puisi ditinggalkan ketika sedang pendekatan,  sajak-sajak galau, puisi tentang kehilangan seseorang, sajak-sajak sedih, puisi tentang patah hati, puisi tentang ditinggalkan seseorang, puisi tentang masalalu, sajak-sajak masalalu, puisi cantik, puisi tentang cinta bertepuk sebelah tangan, puisi tentang cinta diam-diam.

9 komentar:

  1. :'( laki-laki inilah yang membuat aku tetap jomlo.
    *eh? Haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. putri yang "gak keliatan" makanya nampakin diri dong :p

      Hapus
  2. Semesta masih belum ingin mengakui :)

    BalasHapus
  3. Semesta belum berpihak pada kita, lah kitanya siapa :(

    BalasHapus
  4. Semesta belum berpihak pada kita, lah kitanya siapa :(

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Nyimak :)
    di tunggu jga di http://www.clickaja.co.vu/

    BalasHapus

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)