Starry Sun

Minggu, 21 Desember 2014

sedikit rindu yang berpulang

Malam itu, tuan.
Aku sedang kalut. Ntahlah. Mungkin karena terlalu banyak yang dipikirkan dan merasa tidak ada tempat bersandar. Karena sesuatu hal dan lain sebagainya.
Mungkin tuhan tahu kita sedang saling dirundung rindu. Atau tuhan tahu kita sedang ingin menyulut kenangan. Tiba-tiba saja kamu muncul. Cukup lama aku memutar otak. Mencari-cari alasan apa yang paling jelas dan tidak berdosa untuk sekedar meminta sahutan rindu.

Malam itu, tuan.
Tuhan memang sedang mempermainkan kita. Satu kali saja nada sambung berbunyi, seketika itu jua kamu memanggil balik. Bertanya ada apa? lantas aku menggeleng lemah. Sedetik kemudian ditanya lagi ada apa? tidak ada apa-apa, ucapku. Aku hanya rindu, lanjut hatiku.


Malam itu, tuan.
Bagai gayung bersambut, rindu kita bercampur ruah menjadi satu. Ternyata suaramu mampu memecahkan tangisku. Aku rindu tuan, rindu sekali. Apa yang paling aku rindu? suaramu. Apa yang paling kamu rindu? suaraku. Sudah lama sekali sejak terakhir kita tidak lagi bertegur sapa. Sejak aku memutuskan untuk pergi mencari kebahagiaan lain.

Surat-surat bodoh yang kita buat, yang menelurkan bulir-bulir airmata jika diingat. Aku sungguh ingin memaknainya sekali lagi. Rasanya sedih sekali ketika kamu bacakan balasan-balasan yang tidak pernah sampai padaku. Ada banyak linangan airmata disana. Untung saja kita sedang berjarak belasan kilometer. Jika tidak, mungkin aku sudah jatuh ke dalam pelukanmu yang memang ku rindukan.

Aku tidak pernah menyangka jika kamu menganggap aku masih sebagai surat-surat yang harus dikirimkan. Bahwa aku adalah lembaran-lembaran kertas yang dapat mendengar setiap guratan tintamu. Sedih sekali tuan. Sedih sekali. Apa rasanya tidak ada kehadiranku lagi, tuan? Sepi? Kenapa dulu kamu tidak pernah menghargai sebuah kehadiran? Lantas sekarang kamu bicara pada lembaran-lembaran kertas sebagai pengganti aku? Mengapa dulu tidak kamu buat aku untuk tetap menjadi penulis surat balasan? Kenapa kamu bodoh sekali, tuan?

Malam itu, tuan.
Ada banyak kenangan yang mengalir dari sudut-sudut hati yang masih terbuka. Deraian tawa lantas bergulir menemani desakan memori yang kita paksa keluar. Ternyata tertawa sambil berlinangan itu menyesakkan, tuan. Sambil ke peluk boneka darimu yang setiap hari menjadi peneman tidurku. Sambil memejamkan mata, ku nikmati setiap tusukan-tusukan sadis yang menghancurkan harapan.

Sudah tidak boleh lagi. Sudah tidak boleh lagi aku merindukanmu. Aku tidak boleh lagi, tuan. Sudah ada hati yang harus dijaga. Sudah ada orang lain yang menjadi nyata. Harus ku tinggalkan bayang-bayang kenangan yang menggunung. Harus ku singkirkan rasa-rasa yang berkecimpung. Sudah tidak boleh lagi, tuan. Sudah tidak boleh lagi.

Malam itu, tuan.
Tiba-tiba saja rasanya tenang dan melegakan. oh ternyata ada sedikit rindu yang berpulang, tuan. Menemui rumahnya untuk kembali pada pemiliknya.

----------***----------

kata kunci : sajak-sajak patah hati, kata-kata cantik, sajak-sajak kehilangan, sajak-sajak ditinggalkan orang, sajak-sajak masalalu, puisi tentang menunggu, puisi ditinggalkan ketika sedang pendekatan,  sajak-sajak galau, puisi tentang kehilangan seseorang, sajak-sajak sedih, puisi tentang patah hati, puisi tentang ditinggalkan seseorang, puisi tentang masalalu, sajak-sajak masalalu, puisi cantik, puisi tentang merindukan seseorang, puisi tentang kekecewaan

11 komentar:

  1. malam ini tuan ijinkan saya untuk mengatakan ini tulisan bagus (Y)

    BalasHapus
  2. Tulisannya bagus tuan :))
    Tak ada rindu yang lebih melegakan dibanding rindu akan pelukan kasih sayang orang terkasih :))

    BalasHapus
  3. Malam ini tuan,
    ijinkan saya berkenalan dengan bidadari pemilik blog ini *dikeplak*

    BalasHapus
  4. Keren banget tuan.
    Jadi terbawa suasana hehe

    BalasHapus
  5. Terima kasih nona , katakan ini bukan fiktif kepada pembaca

    BalasHapus

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)