Starry Sun

Sabtu, 03 Mei 2014

Yang pertama tak selalu menjadi utama

Mentari masih bersinar ternyata, hanya saja bayanganku tak tampak. bersembunyi di balik tembok ketakutan. Aku masih mengintaimu. Berpura-pura bodoh akan kecuranganmu. Berusaha menyimpulkan senyum dalam sudut-sudut bibir yang dalam.
Hari itu cerah, sengatan matahari bebas menggerayangi kulit tangan yang tidak tertutup pakaian. Di sebuah tempat makan yang sedikit ramai di dekat pusat perbelanjaan kota, aku terkesiap. Melihat laki-laki yang baru saja mampir dalam ponselku berada tepat di depan mataku berjarak beberapa meter.
Siap-siap melaju dengan kedua roda sepeda motornya. Maaf saja, bukan karena dia belum membalas pesan yang baru saja ku kirim tadi yang membuat kepalaku memutar. Tapi ada seorang perempuan yang memeluknya dari belakang dengan mesra tentunya. Tanpa ditanya pun semua manusia tau mereka satu. Lalu pertanyaan yang belum terjawab, aku angka berapa?

Hari ini mendung, seperti hati yang siap basah menemui pesakitannya. Masih dengan sepeda motor yang sama, kamu bertamu ingin meradu rindu denganku. Duduk tanpa dosa di ruang tamu yang biasa kamu singgahi jika lelah sepulang menuntut ilmu. Ceritamu masih asik seperti biasa, hanya saja tanggapanku yang meleleh dalam pijaran kobaran kilat mendung. Biasanya syahdu sekali, membenamkan mata dalam diam. Menikmati senyum yang tak berkesudahan menghipnotis kalbu. Pantas saja rayumu hebat bagi dia yang kamu sanjung setelahku. Atau aku setelahnya?

Aku menikmati sakitnya menjadi peran yang menelan pahit kecurangan. Dalam-dalam ku telaah mata itu, telah ku temukan kejanggalan. Benar bagai kilat menyambar-nyambar biru mudanya langit berawan. Pun hujan yang turun menyisakan berkat dalam-dalam di pelupuk mata. Tak milikku sempurna rupanya kamu yang ku kira. Lautan luka sudah menungguku di seberang.
Hancur yang membekat ku tutup rapat-rapat dari selongsong matamu. Karena aku tak siap untuk perang yang menimbulkan perpecahan. Kehilangan yang teramat sangat tak pernah terbersit secuilpun dari anganku. Makanya ranum cinta ketiga pura-pura tak terlihat walau kenyataannya berulang ku papasi.

Aku pertama yang tak terutamakan
Sakitnya sakit mencintai pengkhianat, tapi bisa apa aku rupanya? Sakitnya mengakar menghujam jantung. Mata ini sudah bosan memuntahkan cairannya dalam biru yang pekat. Ada rindu yang terselip dengan rapi dalam setiap sendu tatapku. Menikmati pekatnya biru yang menyelubung. Aku rindu kamu yang tidak bersandiwara.

Kemarin, senyum itu milikku. Kemarin, tatap itu milikku. Kemarin, genggaman itu milikku, kemarin usapan itu milikku, kemarin uluran itu milikku. Kemarin kamu milikku. Seutuhnya. Demi tuhan aku tidak pernah merelakan terbagi barang secuil pun. Aku sangat merindukanmu, wahai pemuda yang selalu bertandang siap sedia. Tak ada tanda kamu akan membaginya pada hati yang lain.
manakah lagi tempatku berpeluh jika kamu membaginya dalam dua pihak? sungguh pun tak sudi aku menyentuh yang tak seutuhnya milikku. lantas kemana aku harus mengadu? perihal rindu yang jua kau bagi rata, dalam jenuh ku berpura-pura menyimpannya padahal dalam tekuk lutut doaku sematkan satu curahan bahwa tak pernah sanggup aku menerima hentakan berbelah macam ini.

hati yang ku titip ketika pertama kali kamu minta dulu, tak terjaga dengan balutan kasih yang merona ranum. lekang oleh bisikan maut yang memalingkan sorot matamu. tega sekali kamu pemuda yang ku puja.
dalam isak aku mengadu. syahdu berkubang airmata mengiring panjatan doa. meminta agar aku kuat menjalani ini hingga rasa cinta itu tersedot habis dan menguap. atau dia yang aku sanjung mengambil separuh hatinya kembali pada pelabuhan yang keliru dan mengembalikannya padaku

----------***----------

 kata kunci : sajak-sajak patah hati, kata-kata cantik, sajak-sajak kehilangan, sajak-sajak ditinggalkan orang, sajak-sajak masalalu, puisi tentang menunggu, sajak-sajak galau, puisi tentang kehilangan seseorang, sajak-sajak sedih, puisi tentang patah hati, puisi tentang ditinggalkan seseorang, puisi tentang masalalu, sajak-sajak masalalu, puisi cantik, puisi tentang melupakan masalalu, puisi tentang kekecewaan, puisi tentang penyesalan, puisi tentang merindukan seseorang, puisi tentang meninggalkan orang, puisi tentang pengkhianatan seseorang

22 komentar:

  1. Kunjungan balik nya di tunggu yaa kakak..

    Belajar Trick

    makasih

    BalasHapus
  2. Wiidih galau bgt kayanya, ahaha

    BalasHapus
  3. waduh lagi sedih tetap biasa puitis yah, hebat hebat.
    lagian tu cowok kurang ajar, ngapain juga mengutamakan orang yang gak mengutamakan kita. you deserve better, dear. berdoa aja semoga karma menghampiri dia

    BalasHapus
  4. *kretek kretek* *hati ini retak setelah membaca sampai habis*

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah kebawa galau atau emang kisah sendiri? :D

      Hapus
  5. Curhat yang terselubung dalam fiksi, kayaknya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak kok, ini beneran fiksi. semoga aja nggak sampe terjadi dlm kehidupan sendiri hehe

      Hapus
  6. fiksi yang bagus *kemudian jadi kebawa galau* haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo kebawa galau berarti fiksi saya sukses hehe

      Hapus
  7. semoga saja perang tak hadir hanya untuk cinta...meskipun tetap berharap separuh hatinya kan kembali....
    keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya tak ada yang mau adanya perang dalam cinta :)

      Hapus
  8. temanya galauful gitu ya hehe:p
    btw salam kenal ya, singgah ke blog saya:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ini emang blog sajak galau :p
      oke akan saya singgahi

      Hapus
  9. Nice post gan, trimakasih sangat bermanfaat
    di tunggu kunbalnya :)
    http://goo.gl/dgxkJ8

    BalasHapus
  10. kadang yang utama terlupakan *lah malah curhat haha

    BalasHapus
  11. i wish i could write something like this :)

    BalasHapus

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)