Starry Sun

Sabtu, 22 Maret 2014

Apa kabar,tuan?

Selamat pagi, atau selamat siang, atau selamat malam tuan. Aku tidak tahu kapan kiranya langit membentuk warna ketika kamu meyempatkan membaca surat ini atau tepatnya ketika kamu mampu menemukan dimana surat ini letaknya.
Apa kabar? Aku merindukanmu.
Maaf jika sangat lancang menyatakan rindu padahal belum sempat kamu menjawab pertanyaan dariku. Aku tidak pandai menyembunyikan emosi yang luap lagi lepuh mengilat. Aku memang sedang sangat merindukanmu.

Apa kabar tuan? Bagaimana dengan kesehatanmu? Puluhan hari aku mencoba menerka-nerka apakah kamu masih suka sesak dan berkeringat jika sedang kambuh. Maafkan aku yang tidak bisa memeluk lengan garangmu dengan lembut dan mengusap-usapnya agar kembali hangat lagi menyamankanmu agar jantung itu nyaman berdetak. Jangan lupa minum vitaminmu karena aku sudah tidak berada disisimu lagi selama beberapa bulan ini sehingga tak berhak mengingatkamu. Bukan karena kehendakku tuan, tapi kamu yang mengusirku.

Apa kabar tuan? Apakah sudah ada wanita beruntung yang coba kau gaet untuk menggantikanku? Apakah kamu memanggilnya dengan sebutan yang biasa kamu panggil padaku? Cemburu ini membuncah hingga langit, tuan. Aku kegerahan.

Apa kabar tuan? Apa kamu masih mengingatku sesekali? Karena kamu adalah pemeran utama dalam otakku. Bahkan aku menulis surat ini di setiap kelas membosankan yang aku ikuti dan di bis perjalanan ke kampus tempat kita bertemu. Ternyata kamu lebih menarik walau hanya untuk ku pikirkan daripada materi yang disampaikan oleh orangtua kedua kita. Dan ternyata setiap perjalanan bis selama satu jam yang selalu kita jalani dulu, masih mengikat kenangan hebat yang mampu melambungkan aku ke dalamnya. Aku terbawa pusarannya, tuan. Kuat sekali

Apa kabar tuan? Bagaimana pasca wisudamu? Apa sudah tertarik mencari pekerjaan? Atau masih ingin menikmati masa transisi? Aku hanya ingin mengingatkan bahwa jangan terlalu lama bersantai, tuan. Mentari datang tanpa ditunda dan waktu tidak dapat kembali lagi. Jangan kamu siakan kesempatan. jangan Seperti aku yang menyesali masa lalu

apa kabar tuan? Bagaimana kegiatanmu? Masih suka mengantar ibu berbelanja? Ah kamu anak yang sangat berbakti, ibuku pasti sangat menginginkan ditemani berbelanja jua. Maukah, tuan? Kamu bahkan belum sempat ku perkenalkan sebagai kekasihku dulu padahal sudah hitungan tahun kita berjalan. Maafkan aku tuan, ayah belum dapat mempercayakan anak gadisnya digandeng pria lain selain dirinya.

Apa kabar tuan? Kamu ingat janji ingin membawakanku bekal? Kamu bilang ingin memasakkanku makan siang untuk ku bawa ke kampus. Brownies coklat yang kamu buatkan dulu tidak cukup mengenyangkan tuan, tapi sungguh membuat tersipu betapa manisnya perlakuanmu dulu. Mahadahsyat magis yang kamu ciptakan.

Apa kabar tuan? Aku rindu meretas kebosanan dengan renyahnya tawamu. Aku rindu bercengkerama dalam kata setiap langit mulai gelap. Aku rindu wajahmu yang katanya sedikit mirip denganku. Aku rindu sudut-sudut bibir itu melengkung kan memamerkan gigi. Aku rindu kita melumat setiap candaan yang terlontar. Aku merindukanmu, tuan.
Apa kabar tuan? Apakah kamu juga merindukanku?

----------***----------

 kata kunci : sajak-sajak patah hati, kata-kata cantik, sajak-sajak kehilangan, sajak-sajak ditinggalkan orang, sajak-sajak masalalu, puisi tentang menunggu, sajak-sajak galau, puisi tentang kehilangan seseorang, sajak-sajak sedih, puisi tentang patah hati, puisi tentang ditinggalkan seseorang, puisi tentang masalalu, sajak-sajak masalalu, puisi cantik, puisi tentang melupakan masalalu, puisi tentang kekecewaan, puisi tentang penyesalan, puisi tentang merindukan seseorang, puisi tentang meninggalkan orang, puisi tentang menanyakan kabar

7 komentar:

penulis sangat membutuhkan kritik, saran serta semangat :)